Alea Eacta Est

Di seminggu terakhir ini dunia kami terjadi kehebohan yang luarbiasa setelah beredar draft Sosialisasi kurikulum, yang isinya membuat kami guru sejarah, komunitas sejarah dan pecinta sejarah tersentak. Isi dari draft yang berisi struktur kurikulum yang sedang disosialisasikan tertera dengan jelas tidak adanya sejarah pada mata pelajaran Dasar tingkat sekolah menengah. Di SMA pada kelas X sejarah diintegrasikan pada pelajaran IPS dan pada kelas XI-XII Sejarah menjadi pelajaran Pilihan. Pada jenjang SMK lebih parah lagi, Mata Pelajaran Sejarah hilang pada mata pelajaran dasar, dan kembali diintegrasikan menjadi IPS pada kelompok dasar Industri itu pun nantinya tergantung Program Keahliannya ingin menggunakan IPA atau IPS. Maka gaduhlah dunia maya dan nyata dengan hal tersebut mengingat pentingnya pelajaran Sejarah dalam membentuk identitas kebangsaan karena negara ini terbentuk karena ikatan sejarah. IKA Sejarah UPI melakukan tindakan cepat merespon hal itu dengan mengadakan pertemuan terbatas via zoom di malam hari untuk mempersiapkan pelaksanaan Webinar dalam rangka membahas isi draft yang beredar tersebut dalam forum ilmiah dengan mengundang beberapa pembicara pakar dan salahsatunya kepala Puskurbuk yang di undang untuk berbicara. Mulai lah satu demi satu organisasi, ikatan alumni, akademisi melakukan protes dengan tuntutan yang sama yaitu meminta Pelajaran sejarah sebagai pelajaran wajib yang ada di semua jenjang Pendidikan Menengah. Petisi dengan tuntutan yang sama pun digulirkan atas inisiasi Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) yang sampai saat ini sudah lebih dari 23.700-an orang yang menandatanganinya. Pejabat kementrian yang berwenang di undang untuk menjelaskan hal tersebut pada salahsatu acara webinar namun jawaban yang diberikan tidak memuaskan terkesan beliau tidak begitu memahami akar masalah dan alasan perubahan dengan mata pelajaran sejarah yang “dikorbankan”. Di social media isunya meluncur deras ketika banyak tokoh terkemuka memberikan pendapatnya yang berujung pada keluarnya pernyataan pers dari kemendibud dan berselah hari kemudian langsung Menterinya yang mengeluarkan statement. Pernyataan beliau patut di apresiasi mengingat hari libur beliau masih menyempatkan memberikan pernyataan resmi. Namun bukan nya meredakan malahan menambah kegaduhan baru dengan menuduh isu yang beredar itu tidak benar dan apa yang dilakukan kementrian baru sekedar kajian pada FGD, padahal faktanya sudah terjadi proses pengumpulan beberapa sekolah untuk dilakukan sosialisasi khususnya di SMK dengan tema persamaan persepsi tentang spektrum sekolah kejuruan. Belum reda masalah itu tiba-tiba di hari senin 21 September 2020 Kementerian Komunikasi dan Informatika langsung mengeluarkan pernyataan bahwa berita yang beredar itu hanyalah HOAX. Suasana makin hangat ketika para anggota team penyusun mulai berkomentar dengan argument dan alasan yang disampaikan profokatif ditambah lagi makin banyak orang yang mulai “mendadak sejarah”. Keriuhan itu semakin meluas ketika salah seorang komisioner KPAI mengeluarkan statement pribadi nya bahwa sudah saatnya konten peperangan dalam mata pelajaran sejarah di kurangi karena mengajarkan kekerasan pada anak. Walah … walah … mulai keblinger ibu ini. Banyak kawan-kawan seprofesi dan para peminat sejarah yang berang dengan hal tersebut tapi sudahlah biar kawan-kawan saja yang melawannya dengan tulisan serius, yang saya lakukan ini bukan lah tulisan yang terlalu serius. Toh perjuangan pun harus ada pembagian tugasnya, bila diibaratkan sebuah perang kita harus pandai bersiasat. Harus tahu kapan saat menyerang dan kapan saat bertahan. Kata Su Tzu Biarkan rencana Anda menjadi gelap dan tak tertembus sebagai malam, dan ketika Anda bergerak semuanya jatuh seperti petir.
Tulisan ini di buat ketika berada dalam kereta KRD jurusan Cicalengka - Padalarang di gerbong 2 yang lumayan hari ini tidak terlalu penuh, tadinya sih ingin ditulis serius tapi ternyata serius itu sulit nya … heee … heee … tiba-tiba ada pesan masuk via WA yang langsung bertanya dari seorang kawan lama dari seberang sana yang bertanya soal kehebohan yang terjadi. Katanya mengapa kita perlu mengenang masa lampau bukankah itu sudah terjadi? Akhirnya ku jawab pertanyaan itu dengan sederhana saja. Kata ku “memang masa lampau sudah terjadi, namun ibarat berjalan tidak selamanya kita berjalan lurus, adakalanya melihat ke kiri-kanan dan ke belakang sekali-kali. hal yang sudah terjadi memang tidak bisa di ulang, walaupun perlahan. namun kita bisa merasakannya. Simon De Beauvior pernah mengatakan bahwa "masa lampau bukanlah sebuah panorama damai yang terbentang di belakangku, sebuah negeri yang bisa kutempuh lagi bila ku inginkan, yang akan menunjukkan padaku. berangsur-angsur bukit dan lembah-lembahnya yang rahasia. sewaktu aku bergerak ke depan, masa lampau itu pun runtuh. sebagian reruntuhannya masih dapat terlihat, tak punya warna dan bentuk dan beku maka lepas dari ku". Ada kalanya kita merindukan masa lampau seperti apa yang dirindukan Majnun pada Laila, atau Romeo pada Julietnya ... namun itu semua menjadi cerminan kita ke depan. Tidak selamanya masa lampau itu berisi kisah-kisah romantis dramatis bahagia, mungkin saja masa lampau berisi kepedihan, kesengsaraan atau ketertindasan malahan juga bisa berisi kisah kocak komedi yang kadang menggelitik hati kita. masa lampau memang hanya bisa dinikmati oleh para pelakunya sendiri … seperti pernah di utarakan seorang sejarawan bahwa "masa lampau tidak akan pernah tua di mata pelakunya, suatu saat kita akan di paksa untuk memasukinya."
Memang kalau bicara masa lampau tidak pernah cukup dan berhenti karena tiap orang punya pandangan masing-masing tentang masa lampau. Ia adalah teman dan kekasih paling setia yang akan menemani kita kemana pun bagai bayangan yang terus ada di dekat cahaya. Masa lampau tidak perlu untuk dibuktikan seperti apa yang dilakukan Romeo yang ingin membuktikan rasa cintanya pada Juliet. Masa lampau hanya bisa dirasakan oleh tiap-tiap individu dengan kerinduannya masing-masing, apa yang sudah terjadi biarlah terjadi. Apa yang terjadi di masa lampau biarlah menjadi cerminan buat lebih baik lagi ke depan. Makin banyak ku ingin menjawab dengan kata-kata namun makin sulit ku jelaskan lebih jauh tentang masa lampau … mungkin seperti apa yang dialami oleh Rumi ketika awal menulis Mastnawi "Hatiku Penuh dengan kata-kata karena itu tak ku ucapkan sepatah pun suara". Ya itulah masa lampau menurut ku kawan. Kemudian Dia bertanya lagi Apa gunanya belajar Sejarah sehingga orang kemudian begitu gaduh berbicara ketika ada keinginan untuk “mengecilkan” sejarah pada pendidikan? Wow … pertanyaan yang berat, Panjang kalau harus dijelaskan heee … heee … akhirnya jawaban yang kuberikan hanya singkat saja yaitu Agar manusia bisa lebih bijaksana karena "Sejarah itu catatan kehidupan", besok atau waktu yang akan datang kita akan mati karena itu sebuah kepastian, tapi dalam waktu yang masih ada dan terbatas hanya beberapa orang saja yang bisa mengukir sejarah, sejarah tidak hanya sebatas pemikiran saja. kita bisa menjadi bagian dari sejarah itu kalau memang bertekad menjadi seorang yang dicita-citakan. Sejarah sama dengan pengambilan keputusan yang dilakukan berulang-ulang dan memutuskan itu adalah hal yang agung. Segala sesuatu memiliki pengaruh besar dalam kehidupan, hampir sama seperti karma, tetapi Sejarah adalah bukti faktual tentang bagaimana satu tindakan dapat berdampak pada tindakan selanjutnya. Sejarah merupakan implementasi nyata konsep ‘bagaimana jika?’! Dan karena itulah pentingnya belajar sejarah. Disanalah dalam Pendidikan perlu ada mata pelajaran sejarah wajib bukan pilihan, tidak ada penyesalan sedikitpun ketika harus menjadi pengajar sejarah, itu sebuah kebanggaan dan kehormatan.
Seiring dengan sampainya di stasiun Padalarang berakhir juga pertanyaan itu. Padahal tadinya ngga ingin mikir yang berat-berat, tapi sudahlah karena harus beranjak ke tempat yang lain rasanya corat-coret singkat ini diakhiri saja. Seperti kata Julis Caesar “Alea Eacta Est” di seberang sungai Rubicon, maka kita saat ini harus bersiap dengan segala kondisi dan situasi yang akan terjadi ke depan. Perjuangan akan semakin berat, tapi kita tidak boleh menyerah berjuang sampai akhir. Tapi satu harapannya semoga pelajaran Sejarah kembali menjadi pelajaran wajib di semua jenjang Sekolah Menengah. “Historia Magistra Vitae”

Komentar