cerminan ku...

kecewa...dan kecewa...suatu hal yang terbiasa sekarang ini, apalagi bila berhadapan dengan birokrasi...ya sudahlah buat apa terlalu dipikirkan, buang-buang energi he.... Subuh-subuh aya nu khutbah di mesjid tatangga isi nya cukup menarik tentang khalifah Umar Bin Khatab dan keadilan, rasanya jadi ingat sebuah kisah tentang beliau yang harusnya menjadi bahan introspeksi dan autokritik pada kita. "al kisah Suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khatab mencari seorang yang dianggap tepat untuk mengisi sebuah jabatan yang kosong dalam sistem pemerintahannya dikarenakan pejabat sebelumnya meninggal dunia. maka beliau meminta saran dan masukan dari para sahabat dal orang-orang shaleh yang ada pada waktu itu. Dari sekian nama yang masuk ternyata ada satu nama yang begitu kuat mendapat dorongan dan sokongan dari para sahabat yaitu Abdullah bin Umar atau orang sering menyebutnya dengan nama Ibnu Umar, Karena dianggap Shalleh dan mempunyai wawasan yang luas maka diusulkan lah nama ini pada Khalifah. Begitu nama Ibnu Umar diusulkan betapa marahnya khalifah, karena nama yang diusulkan itu adalah ternyata nama anaknya sendiri. Yang lain pun bertanya mengapa Khalifah marah dengan nama anaknya, apakah ia tidak pantas?. Umar pun menjawab," apakah tidak ada anak kaum muslimin lain yang lebih shaleh dari anak umar?, selama saya memerintah maka tidak boleh ada kerabat, keluarga dan saudara saya yang menjadi pejabat." " Demikian luarbiasa apa yang dilakukan oleh Umar bin Khatab dengan begitu menjaga keluarganya agar tidak masuk dalam sebuah sistem pemerintahan negara yang dipimpinnya. hal yang dilakukan Umar ini rasanya sudah langka, mengapa? Dengan tegas beliau menolak adanya sistem Nepotisme, menempatkan keluarga dan kerabat masuk dalam sistem pemerintahan yang dipimpinnya memang bukan sebuah kebijakan yang populis dimata kerabatnya, tentu mereka berpikiran untuk mengekor dan berlindung dibalik kekuasaan saudaranya. Umar mencoba menghilangkan itu, ia memandang semua sama hak dan kewajibannya, tidak memasukan saudara bahkan keluarga dalam sistem yang dia pimpin sebenarnya untuk melindungi keluarga dan martabat mereka, lebih banyak Madharatnya daripada maslahatnya menempatkan dan memberikan jabatan pada kerabat dan keluarga sendiri. Munculnya stigma dan prasangka buruk pada masyarakat yang coba dihindarinya. Umar hanya melarang kerabat dan keluarganya untuk masuk dalam sistem pemerintah negara yang dipimpinnya, namun kalau mereka mau berusaha diluar sistem silahkan saja. misalkan bidang ekonomi, pendidikan danlainnya dengan mendirikan persekutuan atau kelompok keluarga atau yayasan, tapi tidak boleh mendompleng pada kekuasaan. Beliau mengamalkan betul perintah Allah SWT dalam al-Qur'an, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim [66]:6). Dengan melarang terlibat masuk dalam sistem maka Umar mencoba benar-benar menjaga mereka, kalau Umar sudah tidak ada atau tidak menjabat lagi silahkan saja mereka masuk karena itu bukan lagi urusan nya. Hari ini orang berlomba-lomba memasukan anak, saudara dan kerabat pada sebuah sistem yang dipimpinnya. mereka dengan cara apa pun memaksakan masuk, dengan dalih dan argumentasi yang seolah-olah benar. Peraturan di terjemahkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, pendapat orang lain dianggap angin lalu. Akibatnya muncul masalah dilapangan yang seperti bom waktu, mereka tidak sadar bahwa secara tidak sengaja telah menjerumuskan anak, saudara, kerabat dalam sebuah masalah yang lebih besar. seprofesional apapun seseorang tetap saja sebuah kebijakan yang diambil bila berhubungan dengan kerabat, saudara, keluarga menjadi tidak objektif, secara psikologi pasti ada keinginan untuk lebih menguntungkan kecintaan terhadap keluarganya. Apakah salah orang mencintai keluarga, saudara, kerabat? Tentu tidak, tapi dalam konteks ini rasa Cinta itu bukan pada tempatnya. Rasanya kita harus banyak kembali merenungkan tentang hal itu sebelum terlambat, karena cara Tuhan menegur kita pun kadang tidak disangka-sangka, mungkin menyakitkan dimata manusia, tapi yang terbaik dimata-Nya.

Komentar

Postingan Populer